Jumat, 28 Januari 2011

Pernikahan dg Komitmen yg Kuat.

Pengaruh Pengamalan Shalat Fardu terhadap Kesehatan Mental


BAB I
PENDAHULUAN

A.           LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhab Yang Maha Esa (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 Sisdiknas). Taqwa perlu diimplemenrasikan dengan cara menjalankan perintah-Nya serta menjauhi semua yang dilarang-Nya (Abdullah Bi’alawy Alhadaad, : 3).
Ada banyak hal dan ragam perintah Allah/ ibadah yang harus kita jalankan baik ibadah mahdlah ataupun ghair mahdlah. Shalat merupakan ibadah pokok dan termasuk dari lima rukun Islam  bahkan menurut beberapa hadits, shalat merupakan tiang agama.
“Shalat adalah tiang agama, barangsiapa yang meninggalkannya maka sesungguhnya ia telah meruntuhkan agamanya.” (Al-Ghazali tt: 146)
Shalatpun merupakan benteng bagi kita agar terhindar dari perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana Firman Allah QS. Al-Ankabut : 45
ã@ø?$# !$tB zÓÇrré& y7øs9Î) šÆÏB É=»tGÅ3ø9$# ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ( žcÎ) no4qn=¢Á9$# 4sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍s3ZßJø9$#ur 3 ãø.Ï%s!ur «!$# çŽt9ò2r& 3 ª!$#ur ÞOn=÷ètƒ $tB tbqãèoYóÁs? ÇÍÎÈ     
45.  Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Shalat suatu metode relaksasi untuk menjaga kesadaran diri agar tetap memiliki cara berfikir yang fitrah (Ary Ginanjar, 216 : 2001).
Untuk memelihara shalat fardu salah satu cara yang efektif adalah dengan melaksanakannya secara berjamaah, karena dengan berjamaah akan terbentuk jiwa kebersamaan untuk saling mengingatkan dan saling memberikan motivasi.  
Namun pada kenyataannya pelaksanaan shalat bagi anak didik kita masih dirasa belum maksimal. Atau bahkan kita sendiri meskipun telah dapat melaksanakannya namun hikmahnya masih jauh untuk dapat dirasakan. Semakin hari tatanan moral dan perkembangan sosial mengalami degradasi. Kesehatan mental generasi kita mengalami kemunduran, semakin jauh dari uswah / teladan Rasulullah SAW. Banyaknya remaja yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba, tawuran antar sekolah, geng dalam bentuk negatif serta prilaku seks bebas merupakan daftar panjang catatan kelam generasi kita.
Dalam menyikapi hal ini, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana caranya agar shalat dapat dijadikan wahana pendidikan sosial dan pembentukan kesehatan mental bagi siswa, khususnya di Kelas VII MTs Asyrofuddin Conggeang. Sehingga mereka mampu betul-betul memegang keyakinannya dengan keikhlasan melalui kesadaran akan arti pentingnya shalat. Salah satu usaha untuk menjadikan shalat agar tetap tertanam dalam diri anak didik adalah dengan cara Pengamalan secara berjamaah, sebagaimana disebutkan di atas. Melalui pengamalan yang didasari ilmu dan pemahaman yang baik akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian baik, sebaliknya pengamalan yang buruk serta tidak terjaga (tidak muhafazhah) akan membentuk kepribadian yang buruk pula (Syaiful Bahri Djamarah, 2002:72)
Untuk itu penulis berpendapar bahwa keberhasilan Kesehatan Mental Siswa khususnya dalam belajat perlu mendapatkan perhatian agar dapat lebih dioptimalkan melalui pengamalan shalat fardu berjamaah baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga.

B.           PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah pokok sebagai berikut :
1.            Bagaimana pengamalam shalat fardu berjamaah di Kelas VII MTs Asyrofuddin Conggeang
2.            Bagaimana kesehatan mental siswa dalam pembelajaran fiqih di Kelas VII MTs Asyrofuddin Conggeang.
3.            Bagaimana pengaruh pengamalam shalat fardu berjamaah terhadap kesehatan mental siswa dalam pembelajaran fiqih di Kelas VII MTs Asyrofuddin Conggeang.
C.           TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan data tentang: 
1.            Pengamalan shalat fardlu berjamaah di Kelas VII MTs Asyrofuddin Conggeang
2.            Kesehatan mental siswa dalam pembelajaran fiqih di Kelas VII MTs Asyrofuddin Conggeang.
3.            Pengaruh pengamalan shalat fardu berjamaah terhadap kesehatan mental siswa dalam pembelajaran fiqih di Kelas VII MTs Asyrofuddin Conggeang.

D.          KERANGKA PEMIKIRAN
Dalam proses belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksi yang memiliki tujuan tertentu yaitu tujuan pendidikan itu sendiri. Guru dan anak didiklah yang menggerakkannya. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan oleh guru yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi kepentingan anak didik dalam belajar. Guru ingin memberikan layanan yang terbaik bagi anak didik, dengan menyediakan lingkungan yang menyenangkandan menggairahkan.Guru menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang arif dan bijaksana, sehingga.tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru dan anak didik. Ketika kegiatan belajar mengajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya.
Setiap individu memang memiliki kepribadian tersendiri, perkembangan sosial, dan pribadi mereka berbeda satu dengan lainnya, sehingga dalam proses pembelajaran memerlukan pendekatan yang berbeda pula, Namun melalui pengamalan dan pemahaman yang benar tentu mereka akan kembali pada fitrahnya sebagai makhluk yang sempurna.
Salah satu pendekatan belajar yang dapat digunakan adalah pendekatan kelompok atau dalam bahasa arab dikenal berjamaah. Pendekatan kelompok memang suatu waktu diperlukan dan perlu digunakan untukmembina dan mengembangkan sikap sosial anak didik. hal ini disadari bahwa anak didik adalah sejenis makhluk homo socius yakni makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama.
Dengan pendekatan kelompok diharapkan dapat ditumbuhkembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egois yang ada dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina rasa kesetiakawanan sosial di kelas. tentu saja sikap ini pada hal-hal yang baik saja. Mereka sadar bahwa hidup ini saling ketergantungan. seperti ekosistem dalam mata rantai kehidupan semua makhluk hidup di dunia.  
Jika pengamalan secara berjamaah ini diterapkan pada syariat agama yang merupakan pondasi hidup setiap manusia maka perkembangan mental mereka akan stabil dan dinamis. Apalagi jika diterapkan pada ibadah pokok seperti shalat fardu berjamaah yang merupakan tiang agama.
Tidak perlu diragukan lagi bahwa fikiran kelompok dan sinergi akan menghasilkan pemikiran yang jauh lebih cerdas serta hasil yang lebih sempurna. Shalat jamaah adalah sebuah conroh pelatihan sekaligus simbol dari kondisi di atas. Muali dari isi shalat itu sendiri seperti shalawat dan salam, kerapihan barisan di dalam “shaff”, sistem imam dan ma’mum, kesatuan dan kesamaan gerakan, kesamaan misi dan visi dalam shalat, saling mendoakan dan bahkan cara memperbaiki imam apabila ia melakukan kesalahan. (Ary Ginanjar, 2001: 213)  
Anak didik dibiasakan hidup bersama, bekerja sama dalam kelompok, akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan. Yang mempunyai kekurangan dengan rela hati mau belajar dari mereka yang memiliki kelebihan, tanpa ada rasa minder. Persaingan   positifpun terjadi di kelas dalam rangka untuk mencapai prestasi belajar yang optimal. Inilah yang diharapkan yakni anak didik yang aktif, kreatif dan mandiri. Singkatnya memiliki kesehatan mental dan perkembangan sosial yang mantap. 
Sedangkan pelaksanaan shalat dengan menyempurnakan segala sesuatu yang berkaitan dengannya merupakan asas dan pondasi ketaqwaan dan “ taqwa adalah kesehatan mental” (Abu Al Walid bin Rusyd, Daarul Ma’arif tt. hal. 61). Sedangkan kita maklumi bersama bahwa taqwa adalah menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah, salah satunya adalah shalat berjamaah. Jadi shalat merupakan salah satu anak tangga, atau jembatan awal untuk meraih kesehatan mental. Sulit kiranyab kita mendapatkan kesehatan mental tanpa pengamalan shalat, bahkan orang yang melaksanakan shalatpun masih tetap mendapat ancaman, jika shalatnya tidak mencegah dari perbuatan buruk. Shalat dianugrahkan kepada kita untuk sarana zikir dan ingat kepada Allah, zikir akan mendatangkan ketenangan, dan ketenangan (tathma’innul qulub) inilah yang menjadi indikator awal dari kesehatan mental. (Abdul Mujib, 2001: 136 ).
Berikut korelasi antara shalat dengan kesehatan mental : 
. Thaahaa : 14 :
ûÓÍ_¯RÎ) $tRr& ª!$# Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& ÎTôç6ôã$$sù ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ü̍ò2Ï%Î! ÇÊÍÈ
14.  Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.

QS. Ra’du : 28 :
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% ̍ø.ÉÎ/ «!$# 3 Ÿwr& ̍ò2ÉÎ/ «!$# ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$# ÇËÑÈ
28.  (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
Dari landasan teoritik yang penulis ungkapkan maka permasalahannya adalah sejauh mana kebenaran pengaruh pengamalan shalat fardu berjamaah terhadap kesehatan mental orang dalam pelaksanaan nilai – nilai ibadah jika dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi di Kelas VII MTs Asyrofuddin Conggeang.
Untuk  mempermudah penggalian datanya penulis akan mendalami pada dua variabel yang akan diteliti, variabel yang pertama berkenaan dengan pengamalan shalat fardu berjamaah, penggalian datanya akan didasarkan pada :
1.            Pemahaman tentang pengertian shalat berjamaah dan dasar hukumnya.
2.            Pemahaman tentang keutamaan shalat berjamaah.
3.            Pemahaman tentang syarat-syarat shalat berjamaah.
4.            Pelaksanaan shalat berjamaah
Untuk variabel yang kedua yaitu kesehatan mental siswa dalam pembelajaran fiqih terlihat dari adanya :
1.            Kemapanan dan ketenangan dalam sikap belajar.
2.            Pemahaman potensi diri dalam belajar
3.            Pemahaman posisi diri dalam lingkungan sekolah dan keluarga
4.            Kemampuan menjaga diri dari perbuatan buruk dalam belajar.
5.            Kemampuan memikul tanggung jawab dalam belajar
6.            Kemampuan berkorban dan menebus kesalahan dalam proses belajar.
7.            Kemampuan membina hubungan sosial dalam pembelajaran.
8.            Keinginan yang realistik dalam pembelajaran
9.            Kemampuan menerima keberadaan diri dan orang lain dalam suasana belajar.
(Abdul Mujib, M.Ag. 2001: 136)
Untuk memperjelas pengaruh variabel X terhadap variabel Y-nya, dapat digambarkan secara skematis sebagai berikut :



JUMLAH POPULASI SISWA MTS ASYROFUDDIN CONGGEANG


1.            Langkah-langkah pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut :
a.             Menentukan lokasi penelitian
Lokasi yang ditentukan oleh penulis untuk dijadikan lokasi penelitian yaitu Kelas VII MTs Asyrofuddin Conggeang. Komplek Pondok Pesantren Asyrofuddin Desa Conggeang Wetan Conggeang Sumedang.
b.            Menentukan metode dan teknik pengumpulan data
Metode yang digunakan dalam penelitian inin adalah metode deskriptif yaitu suatu bentuk penyelidikan yang tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang (Winarno Surakhmad, 1985: 139)
Adapun teknik penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

1)            Observasi
Observasi merupakan satu teknik untuk mengamati secara langsung ataupun tidak langsung terhadap kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung, baik di sekolah maupun di luar sekolah, (Moh. Surya, 1975: 51). Tujuan observasi adalah mendapatkan data secara lebih jelas dalam melengkapi data hasil wawancara, tes, angket dan menjamin objektivitas penelitian.  
2)            Tes
Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan aturan-aturan yang sudah ditentukan (Suharsimi Arikunto, 1996: 51). Dalam hal ini penulis ingin mengukur sejauh mana pemahaman dan pengamalan shalat fardu berjamaah siswa. Tes ini dibentuk dalam susunan pertanyaan dengan empat alternatif jawaban a, b, c, d. Adapun pensekorannya adalah jika siswa menjawab benar diberi nilai satu (1)    dan  jika salah diberi nilai nol (0). Dengan demikian skor maksimal yang diperoleh adalah (10) dan skor minimal (0). Dalam hal ini penulis akan mengajukan 10 pertanyaan 
3)            Angket Kuisioner
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden, dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang lain yang ia ketahui, (Suharsimi Arikunto, 1991 : 124). Teknik ini bertujuan memperoleh data obyektif yang berkaitan dengan variabel penelitian.  
4)            Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan komunikasi dengan sumber data, komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (tanya jawab) secara lisan baik langsung maupun tidak langsung.(Moh. Surya, 1975: 50). Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan pendapat, aspirasi, persepsi, dan keyakinan dari individu responden.   
2.            Langkah-langkah analisis data
1.      Langkah-Langkah Analisis Data
Setelah data berhasil dikumpulkan, data yang bersifat kualitatif dianalisis secara logika, untuk menganalisis data kuantitatif menggunakan analisis statistik. Sedangkan untuk menguji hipotesis, penulis akan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a.      Kuantifikasi Data Variabel
Kuantifikasi data merupakan kegiatan yang dilakukan untuk merubah data yang bersifat kualitatif ke dalam data kuantitatif. Langkah ini dilakukan dengan cara memberikan skor terhadap setiap option (alternatif jawaban) yang terdapat pada setiap butir pertanyaan angket. Penskoran tersebut dilakukan dengan Skala Likert sebagai berikut:
Skor
Pernyataan
Option
a
b
c
d
e
o
Positif
5
4
3
2
1
0
Negatif
1
2
3
4
5
0
(Riduwan dan Akdon, 2005: 16)


b.      Proses Analisis Data
Setelah data terkumpul secara lengkap, maka langkah selanjutnya adalah mengadakan analisis terhadap data tersebut. Untuk data yang bersifat kualitatif akan dilakukan analisis secara logika, sedangkan data yang bersifat kuantitatif akan dianalisis dengan menggunakan dua tahap penelitian, yaitu:
1)    Analisis Parsial
Analisis ini dimaksudkan untuk mengungkapkan keadaan masing-masing variabel dilihat dari tinggi-rendahnya maupun baik-buruknya. Penelitian ini didasarkan terhadap rata-rata skor yang diperoleh dari setiap indikator variabel, dengan menggunakan rumus:
Adapun untuk rata-rata variabel penelitian, menggunakan rumus:
                                          (Riduwan dan Akdon, 2005: 28)
Hasil perhitungan untuk selanjutnya diadakan identifikasi terhadap skala penilaian rata-rata sebagai berikut:
Nilai Rata-rata
Kriteria
4,5 – 5,5
Sangat Tinggi / Sangat Baik
3,5 – 4,5
Baik / Tinggi
2,5 – 3,5
Cukup / Sedang
1,5 – 2,5
Rendah / Kurang
0,5 – 1,5
Sangat Rendah / Sangat Kurang
(Riduwan dan Akdon, 2005: 14)
Adapun untuk menggambarkan pencapaian prosentase kesehatan mental, ditafsirkan dalam skala prosentase sebagai berikut:
0%       20%              40%               60%               80%              100%
           Sangat           Rendah           Cukup            Tinggi            Sangat
          Rendah                                                                             Tinggi
(Riduwan dan Akdon, 2005: 18)
2)    Uji Normalitas
Untuk mengetahui distribusi data dari sebaran data penelitian, dianalisis dengan menggunakan teknik Chi Kuadrat2), sebagaimana langkah berikut:
(a)        Menentukan rentang data (R) dengan rumus:
R = Skor Tertinggi – Skor Terendah
(a)        Menentukan kelas Interval (k) dengan rumus: k = 1 + 3,3 Log N
(b)       Menentukan kelas Interval (p) dengan rumus:
(c)        Menghitung Standar Deviasi (SD) dengan rumus:
(d)       Menghitung ekspektasi observasi dengan langkah-langkah:
(1)   Menyajikan data pada data skor Z, luas (L), frekuensi ekspektasi (Ei), dan observasi (Oi)
(2)   Menentukan Chi Kuadrat (χ2), sebagaimana rumus:
(e)        Menafsirkan hasil pengujian Chi Kuadrat dengan kriteria:
Jika χ2hitung < χ2daftar , maka data variabel penelitian dapat dinyatakan berdistribusi normal.
Jika χ2hitung > χ2daftar , maka data variabel penelitian dapat dinyatakan tidak berdistribusi normal.
c.       Analisis Korelasioner
Sesuai dengan jenis penelitian ini, maka dalam menarik kesimpulan dari permasalahan yang diajukan, penulis menggunakan analisis korelasional yaitu jenis analisis untuk mengungkapkan pengaruh/hubungan antara dua variabel penelitian. Rumus yang digunakan dalam analisis korelasional ini adalah analisis korelasional Product Moment dari Perason, dengan formula sebagai berikut:
Keterangan:
N      = Jumlah Populasi/Sampel
SX    = Skor Variabel “X”
SY    = Skor Variabel “Y”
rxy     = Korelasi Variabel “X” dan “Y”
(Anas Sudijono, 1995: 193)
Selanjutnya hasil korelasi rxy tersebut, untuk menafsirkan ada tidaknya hubungan dan tinggi rendahnya hubungan, penulis mengacu pada kriteria penafsiran analisis korelasi sebagai berikut:
Nilai “r” Korelasi
Kriteria
0,00 – 0,20
Sangat Rendah / Sangat Kurang
0,21 – 0,40
Rendah / Kurang
0,41 – 0,60
Sedang / Cukup
0,61 – 0, 80
Tinggi / Baik
0,81 – 1,00
Sangat Tinggi / Sangat Baik
(Winarno Surakhmad, 1994: 302)

a.      Tes Signifikansi
Untuk membuktikan kebenaran korelasi variabel “X” dan “Y” serta tingkat kebenaran hipotesis, maka perlu menguji tes signifikansi dengan tahapan sebagai berikut:
1)    Menghitung nilai “t”
2)    Mencari nilai “t” tabel dengan dk = n – 2
3)    Pengujian signifikansi dan hipotesis yang diajukan, dengan kategori:
Jika t hitung > t daftar , maka korelasi antara variabel “X” dan “Y” terdapat hubungan atau pengaruh yang signifikan. Hipotesis dapat dinyatakan dengan Ha diterima dan Ho ditolak.
Jika t hitung < t daftar , maka korelasi antara variabel “X” dan “Y” tidak terdapat hubungan atau pengaruh yang signifikan. Hipotesis dapat dinyatakan dengan Ho diterima dan Ha ditolak.
4)    Prosentase pengaruh
Untuk menentukan derajat keterpengaruhan antara kedua variabel yang berhubungan dilakukan pengujian prosentase dengan formula:
Hasil perhitungan E, dapat diinterpretasikan/ditafsirkan, kepada skala prosentase sebagai berikut:
TABEL SKALA PROSENTASE NILAI PENGARUH VARIABEL X TERHADAP VARIABEL Y :
SKALA
PENAFSIRAN
100%
Seluruhnya
90% – 99%
Hampir Seluruhnya
60% – 89%
Sebagian Besar
51% –59%
Lebih dari Setengahnya
50%
Setengahnya
40% – 49%
Hampir Setengahnya
20% – 39%
Sebagian Kecil
1% – 19%
Sedikit Sekali
0%
Tidak Ada Sama Sekali

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PENGARUH PENGAMALAN
SHALAT FARDU BERJAMAAH  TERHADAP
KESEHATAN MENTAL SISWA DALAM PEMBELAJARAN FIQIH
DI KELAS VII MTS ASYROFUDDIN CONGGEANG

A.                 Pengertian Pengamalan
Dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Pengamalan berasal dari kata dasar amal yang sepadan dengan makna buat atau tindakan ( Kamus Besar Bahasa Indonesaia : 21). Kata amal tersebut diberi imbuhan awalan pe- dan akhiran –an yang berfungsi untuk membendakan kata kerja. Sehingga pengamalan secara bahasa dapat diartikan perbuatan atau tindakan. Dalam penggunannya kata pengamalan erat kaitannya dengan suatu keyakinan atau ideologi dalam hal ini lebih dikenal dengan agama atau kepercayaan. Sehingga pengamalan sering diterapkan dalam istilah agama atau faham dalam ilmu sosial. Dalam kitab Nashoihu al-Diniyyah yang disusun oleh    Ahmad Bi’alawy Alhadaad disebutkan bahwa :
“ Amal adalah perbuatan baik yang disandarkan kepada niat karena Allah dan Rasul”

B.                 Salat Fardu Berjamaah
Apabila dua orang salat fardu bersama-sama dan salah seorang di antara mereka mengikuti yang lain, keduanya dinamakan salat berjamaah ( H. Sulaiman Rasjid, 1994 : 106). Orang yang diikuti (yang di hadapan ) dinamakan imam, dan orang yang mengikuti di belakangnya dinamakan makmum. Firman Allah SWT  
#sŒÎ)ur |MZä. öNÍkŽÏù |MôJs%r'sù ãNßgs9 no4qn=¢Á9$# öNà)tFù=sù ×pxÿͬ!$sÛ Nåk÷]ÏiB y7tè¨B (#ÿrääzù'uø9ur öNåktJysÎ=ór& #sŒÎ*sù (#rßyÚy (#qçRqä3uŠù=sù `ÏB öNà6ͬ!#uur ÏNù'tGø9ur îpxÿͬ!$sÛ 2t÷zé& óOs9 (#q=|Áム(#q=|Áãù=sù y7yètB
102.  Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata (QS. An-Nisaa : 102)

Sabda Rasulullah SAW :
َالصَّلاَ ةُ الجَمَا عَةِ تَفْضُلُ عَلَى صَلاَةِ اْلفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً
“Kebaikan salat berjamaah melebihi salat sendirian sebanyak 27 derajat (HR. Bukhari dan Muslim)”

1.   Hukum salat berjamaah
Sebgian ulama mengatakan bahwa salat berjamaah itu adalah fardu ‘ain, sebagian lagi berpendapat bahwa salat berjamaah itu fardu kifayah, dan sebagian lagi berpendapat sunat muakkad (sunat istimewa), pendapat yang terakhir inilah hukum yang lebih layak, kecuali bagi salat Jumat. Menurut kaidah persesuaian beberapa dalil dalam masalah ini, seperti yang telah disebutkan di atas, pengarang Nailul Autar berkata, “Pendapat yang seadil-adilnya dan mendekati yang benar adalah salat berjamaah itu sunat muakkad.”
Bagi laki-laki salat fardu berjamaah di mesjid lebih baik daripada salat berjamaah di rumah, kecuali salat sunat maka di rumah lebih baik. karena hal ini aman bagi mereka dari sifat riya.
Sabda Rasulullah SAW :
“Hai manusia, salatlah kamu di rumahmu masing-masing, sesungguhnya sebaik-baik salat adalah salat seseorang di rumahnya kecuali salat fardu yang lima (HR. Bukhari dan Muslim).
2.   Syarat-syarat sah salat berjamaah mengikuti imam :
1.            Makmum hendaknya berniat mengikuti imam. Adapun imam tidak disyaratkan berniat menjadi imam, hal itu hanyalah sunat agar ia mendapat ganjaran.
2.            Makmum hendaknya mengikuti imam dalam segala pekerjaannya. Maksudnya makmum hendaknya membaca takbiratul ihram sesudah imam, begitu pula permulaan setiap perbuatan makmum hendaknya dilakukan setelah imam.
3.            Mengetahui gerak-gerik pekerjaan imam. umpamanya dari berdiri menuju ruku kemudin ke itidal dan seterunsnya, baik dengan melihat imam sendiri, melihat saf yang ada di depannya maupun mendengar suara imam atau mubalighin.
4.            Keduanya (imam dan makmum) berada dalam satu tempat, umpamanya dalam satu rumah atau mesjid. Sebagian ulama berpendapat bahwa salat di satu tempat itu tidak menjadi syarat, tetapi hanyalah sunat, tetapi yang perlu adalah mengetahui gerak perpindahan imam dari satu rukun pada rukun yang lain.
5.            Tempat berdiri makmum tidak boleh lebih depan daripada imam. Yang dimaksud di sini adalah lebih depan ke arah kiblat. Bagi orang yang salat sambil berdiri diukur tumitnya, dan bagi orang yang salat sambil duduk diukur pinggulnya. Adapun apabila salat berjamaah di Masjidil Haram, hendaklah saf mereka melengkung sekeliling Ka’bah, di lain pihak imam berhadapan dengan makmum.

Susunan makmum
Kalau makmum hanya seorang hendaklah ia berdiri di sebelah kanan imam agak ke belakang sedikit, dan apabila datang orang lain, hendaklah ia berdiri di sebelah kiri imam. Sesudah takbir imam hendaknya maju, atau kedua orang itu (makmum) mundur.
Kalau jamaah terdiri atas beberapa saf, terdiri atas jamaah laki-laki dewasa, kanak-kanak dan permpuan, hendaklah di atur saf sebagai berikut :
Di belakang imam adalah saf laki-laki dewasa, saf kanak-kanak kemudian saf permpuan.
Saf hendaklah lurus dan rapat berarti jangan ada renggang antara yang satu dengan yang lainnya.
6.            Imam hendaknya jangan mengikuti yang lain. Imam itu hendaklah berpendirian, tidak terpengaruh oleh orang lain, Kalau ia makmum tentunya akan mengikuti imamnya.
7.            Aturan salat makmum dengan imam hendaknya sama, artinya tidak sah salat fardu yang lima waktu mengikuti salat gerhana atau salat mayat. Tetapi orang yang salat fardu tidak menjadi halangan jika mengikuti salat sunat yang sama aturannya, seperti salat Isya  mengikuti salat Tarawih atau sebaliknya.
8.            Laki-laki tidak sah mengikuti perempuan. Berarti laki-laki tidak boleh menjadi makmum jika imamnya perempuan, sedangkan permpuan boleh menjadi imam bagi sesama perempuan.
9.            Keadaan imam tidak ummi, sedangkan makmum qari, artinya imam itu hendaknya orang yang baik bacaannya.
10.        Makmum tidak boleh mengikuti imam yang ia ketahui tidak sah salatnya.
Hukum masbuk
Masbuk adalah orang yang menyusul kemudian, ia tidak sempat membaca fatihah beserta imam di rakaat pertama.
Hukumnya yaitu jika ia takbir ketika imam belum ruku, hendaknya ia membaca Fatihah sedapat mungkin, apabila imam ruku sementara ia belum selesai membaca Fatihah, maka hendaknya ia mengikuti imam ruku. Jika ia takbiratul ihram ketika imam ruku maka sedapat mungkin ia mengikuti ruku, jika ia mampu ruku dengan sempurna dengan imam maka ia memperoleh satu rakaat yang sempurna pula. Adapun bacaan Fatihahnya ditanggung oleh imam, pendapat ini merupakan pendapat Jumhurul Ulama (Sebagian besar Ulama ).
Imam yang dibenci
Apabila seseorang menjadi imam mesjid, langgar, atau tempat-tempat berjamaah yang lain, tetapi masyarakat sekitarnya membecinya, dan kebenciannya itu karena perilaku akhlak keagamaannya, maka hukum imamnya menurut sebagian ulama adalah haram, sebagian lagi mengatakan makruh, karena dengan adanya kebencian itu akan berdampak buruk bagi perkembangan kehidupan keagamaan di daerah itu.
Halangan berjamaah
1.   Karena hujan yang menyulitkan datang ke tempat berjamaah
2.   Karena angin kencang
3.   Sakit yang menyusahkan untuk datang ke tempat berjamaah
4.   Karena lapar dan haus sedangkan makanan dan minuman telah tersedia.
5.   Karena baru makan makanan yang berbau kurang sedap yang sulit dihilangkan.
6.   Ada sesuatu yang menimbulkan masyakat atau kesulitan.
Halangan di sini artinya bagi mereka dengan alasan tersebut di atas maka ia tidak berdosa jika tidak melaksanakan salat berjamaah, dan tidak makruh bagi yang berpendapat berjamaah itu sunnat muakkad.


Hikmah salat berjamaah
Dalam Kitab Durratun Nashihin Utsman bin Hasan Asy-Syakir memaparkan beberapa keutamaan bagi orang yang menjaga salat berjamaah :
1.   Orang yang senantiasa berjamaah akan terhindar dari kefakiran di dunia.
2.   Allah akn menyelamatkannya dari azab kubur.
3.   Kelak di hari kiamat akan diberi catatan amal dari sebelah kanan
4.   Akan melewati jembatan Siratal mustakim dengan selamat
5.   Akan masuk surga tanpa hisab
Dari uraiannya itu dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang senantiasa berjamaah akan memiliki kemapanan dalam kehidupan spiritualnya, ini berrarti kesehatan jiwa dan mentalnya akan senantiasa terjaga pula.

C.                 Kesehatan Mental Dalam Psikologi Islam
1.   Kesehatan Mental menurut pandangan ilmu sosial
Pendapat ini dikemukakan oleh W.S. Winkel dalam buku Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.
Kesehatan mental digambarkan sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri yang konstan dan stabil dalam menghadapi setiap persoalan kejiwaan seperti frustasi dan tekanan konflik, mekanisme pertahanan tersebut antara lain :
a)      Rasionalisasi, usaha untuk mencari alasan yang dapat membenarkan sesuatu terhadap diri sendiri atau orang lain, dengan demikian maka dapat menyelamatkan rasa harga diri.
b)      Identifikasi, memupuk rasa harga diri dengan cara menyamakan diri dengan orang – orang yang terkenal.
c)      Proyeksi, menimpakan kesalahan kepada orang lain seolah-olah dirinya tidak memilika kesalahan.
d)      Represi, menekan perasaan dan fikiran yang sebenarnya bertentangan dengan hati nurani.
e)      Fantasi, hasrat dan keinginan yang tidak tidak terpenuhi dibayang-bayang seolah terlaksana.
f)        Kompensasi, kelemahan-kelemahan di satu bidang ditutupi dengan keunggulan di bidang yang lain meskipun tidak terlalu berkaitan.
g)      Pemindahan, mencari obyek untuk melimpahkan perasaan negatif.
h)      Penghindaran, melindungi diri dari realitas yang akan menyulitkan dirinya.
i)        Pengurungan diri, menghindari diri dari mengalami hal-hal yang sulit.
j)        Tindakan, menghindari berkata yang dianggap sulit dengan cara bertindak sebagai bentuk pengalihan perhatian.
2.   Agama dan pengaruhnya terhadap kesehatan mental
Kesehatan mental (mental hygiene) adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur untuk mempertinggi kesehatan rohani (M. Buchori : 13). Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dalam rohani atau hatinya selalu merasa tenang, aman tenteram (M. Buchori:5). Memurut H.C. Witerington, permasalahan kesehatan mental menyangkut pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat lapangan psikologi, kedokteran, psikiatri, biologi, sosioligi, dan agama (M. Buchori : 5).
Agaknya cukup logis kalau setiap agama mewajibkan penganutnya untuk   melaksankan ajarannya secara rutin, Bentuk pelaksanaan ibadah agama, paling tidak akan ikut berpengaruh dalam menanamkan nilai luhur budi yang puncaknya akan menimbulkan rasa sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia. Tindak ibadah setidaknya akan memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna.. Dan manusia sebagai makhluk yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani secara tak terpisahkan, memerlukan perlakuan untuk memberi kepuaksan kepada keduanya. (Dr. Jalaluddin : 143).

3.   Kesehatan Mental dalam Psikologi Agama Islam
Pengertian Kesehatan Mental
Mushtafa Fahmi, sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Mahmud (‘Ilm an Nafs al Ma’ashir fi Daw’I al Islalm : 336) menemukan dua pola dalam mendefinisikan kesehatan mental. Pertama, pola negatif (salabiy), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari segala neurosis (al amrodl al asbabiy) dan psikosis (al amrodh adzhihaniyah). Kedua pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosialnya. Pola yang kedua ini lebih umum dan lebih luas dibandingkan dengan pola pertama.
Hanna Djumhana Bastaman lebih luas menyebut empat pola yang ada dalam kesehatan mental yaitu pola simtomatis, pola penyesuaian diri pola pengembangan potensi diri, dan pola agama.

Tanda-Tanda Kesehatan Mental Dalam Islam
Kesehatan mental menurut Muhammad Mahmud Mahmud, ada sembilan macam tanda-tanda kesehatan mental, Pertama, kemapanan (al-sakinah), ketenangan (al-tuma’ninah), rileks (al-rahah) batin dalam menjalankan kewajiban baik pada dirinya maupun terhadap Tuhan. Kata sakinah dalam semantik bahasa Arab diartikan sebagai kemapanan karena memiliki tempat tinggal sehingga tidak berpindah-pindah. Kedua, memadahi (al-kifayah) dalam beraktifitas.seseorang yang mengenal potensi, keterampilan dan kedudukannya secara baik maka ia akan bekerja secara baik pula. Dan hal ini merupakan tanda dari kesehatan mentalnya. Ketiga, menerima keberadaan dirinya dan keberadaan orang lain. Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang menerima keberadaan diri sendiri, baik yang berkaitan dengan kondisi fisik, kedudukan potensi maupun kemampuannya, karena keberadaan itu merupakan anugerah (fadhal) dari Allah SWT, untuk menguji kualitas kerja manusia. Keempat, adanya kemampuan untuk menjaga atau memelihara diri. Artinya kesehatan mental ditandai oleh kemampuan diri memilah dan memilih perbuatan yang akan dilakukan agar senantiasa sesuai dengan ajaran Allah SWT.
$¨Br&ur ô`tB t$%s{ tP$s)tB ¾ÏmÎn/u ygtRur }§øÿ¨Z9$# Ç`tã 3uqolù;$# ÇÍÉÈ
¨bÎ*sù sp¨Ypgø:$# }Ïd 3urù'yJø9$# ÇÍÊÈ

40.  Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya,
41.  Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).      
    
  Kelima, kemampuan memikul tanggung jawab baik tanggung jawab keluarga, sosial dan agama. Keenam, memiliki kemampuan berkorban dan menebus kesalahan yang dilakukannya. Berkorban berarti kepedulian diri seseorang untuk kepentingan bersama dengan memberikan sebagian kekayaan dan atau kemampuannya. Sedangkan menebus kesalahan artinya kesadaran diri atas kesalahan yang ia perbuat sehingga ia berani menanggung risiko dari kesalahannya, kemudian ia berusaha memperbaiki diri agar tidak kembali berbuat salah. Ketujuh, kemampuan individu untuk membina hubungan sosial yang baik yang dilandasi sikap saling percaya saling menghargai. Sehingga apabila ia ditimpa musibah maka orang lain akan membantunya, dan jika ia diberi kelapangan rizki maka orang lain akan ikut merasa bahagia. Kedelapan, memiliki keinginan yang realistik, sehingga dapat diraih secara baik. Keinginan yang tidak masuk akal akan membhawa seseorang ke jurang angan-angan, kegilaan, lamunan dan kegagalan. Kesembilan, adanya rasa puas atas segala nikmat yang telah diterimanya, Ia tidak terlalu memikirkan orang lain, sehingga kebahagiannya tidak dibandingkan, karena dengan membandingkan kebahagiaan akan menjadi tidak bermakna, karena biasanya pandanyan terhadap orang lain senantiasa disertai oleh raas iri dan hasud.

D.                Pengaruh Pengamalan Salat Fardu Berjamaah Terhadap Kesehatan Mental
Shalat adalah suatu pelatihan yang menyeluruh untuk menjaga dan meningkatkan kualitas kejernihan hati dan cara berfikir seseorang.Hati seringkali tertutup oleh berbagai belenggu yang menyebabkan orang buta hati. Hal ini mangakibatkan seseorang tidak mampu lagi mendengar informasi-informasi maha penting, yang berasal dari suara-suara hatinya sendiri di mana hal ini mengakibatkan seseorang tidak mampu lagi membaca diri dan lingkungan sekitarnya. Akibatnya ia sering terperosok ke dalam kegagalan karena tidak mampu memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya ataupun lingkungannya.
Suatu pernyataan yang diulang-ulang baik hati, fikiran dan tindakan yang bertujuan untuk mensucikan fitrah ketika melakukan salat akan memberikan suatu peringatan dini dan kesadaran diri akan arti pentingnya kejernihan hati dan fikiran. Kejernihan fikiran ini, akan menjadi landasan penting bagi pembangunan emosi dan spiritual seseorang.
Beberapa hal dalam salat yang dapat melatih serta menjaga kejernihan hati dan fikiran adalah sebagai berikut :
Wudu
Membasuh wajah merupakan lambang penjernihan hati dan fikiran
Doa ifritah
Dalam maknanya merupakan pengakuan bahwa segala tindakan kita merupakan kepasrahan terhadap kekuasaan Allah.
Ruku dan sujud
Kedua gerakan ini melambangkan posisi kita di hadapan Allah, kita menyadari bahwa yang memiliki derajat ketinggian hanyalah Allah.
Menurut Ary Ginanjar Salat merupakan sumber ESQ yang merupakan pondasi kesehatan mental karena :
a)      Melatih dan membentuk rasa aman
b)      Melatih dan membentuk kepercayaan diri serta motivasi
c)      Melatih kebijaksanaan
d)      Melatih Integritas
Apalagi salat yang dilaksanakan secara berjamaah akan melahirkan kecerdasan sosial yang tinggi, Shalat jamaah merupakan simbol dari kekuatan kelompok yang akan menambah kekuatan setiap individu yang melaksanakannya (Ary Ginanjar, 213: 2001)
Sedangkan pelaksanaan shalat dengan menyempurnakan segala sesuatu yang berkaitan dengannya merupakan asas dan pondasi ketaqwaan dan “ taqwa adalah kesehatan mental” (Abu Al Walid bin Rusyd, Daarul Ma’arif tt. hal. 61). Sedangkan kita maklumi bersama bahwa taqwa adalah menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah, salah satunya adalah shalat berjamaah. Jadi shalat merupakan salah satu anak tangga, atau jembatan awal untuk meraih kesehatan mental. Sulit kiranyab kita mendapatkan kesehatan mental tanpa pengamalan shalat, bahkan orang yang melaksanakan shalatpun masih tetap mendapat ancaman, jika shalatnya tidak mencegah dari perbuatan buruk. Shalat dianugrahkan kepada kita untuk sarana zikir dan ingat kepada Allah, zikir akan mendatangkan ketenangan, dan ketenangan (tathma’innul qulub) inilah yang menjadi indikator awal dari kesehatan mental. (Abdul Mujib, 2001: 136 ).
Berikut korelasi antara shalat dengan kesehatan mental : 
. Thaahaa : 14 :
ûÓÍ_¯RÎ) $tRr& ª!$# Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& ÎTôç6ôã$$sù ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ü̍ò2Ï%Î! ÇÊÍÈ
14.  Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.

QS. Ra’du : 28 :
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% ̍ø.ÉÎ/ «!$# 3 Ÿwr& ̍ò2ÉÎ/ «!$# ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$# ÇËÑÈ
28.  (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.





BAB III
HASIL PENELITIAN PENGARUH PENGAMALAN SALAT FARDU BERJAMAAH TERHADAP KESEHATAN MENTAL SISWA DALAM PEMBERLAJARAN FIQIH DI KELAS VII
MTS ASYROFUDDIN CONGGEANG
A.     Gambaran Umum MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Sumedang
Sebelum melangkah dan memaparkan lebih jauh dari hasil penelitian terhadap masalah yang dikemukakan, alangkah lebih baik untuk mengungkap gambaran umum lokasi penelitian yakni MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang.
MTs. Asyrofuddin merupakan salah satu lembaga pendidikan formal pada tingkat lanjutan pertama yang terletak di wilayah Kecamatan Conggeang. Letaknya tidak di pinggiran jalan raya, tetapi agak masuk lagi ke dalam. Lokasi sekolah dapat ditempuh dari dua jurusan yaitu dari Alun-alun Kecamatan Conggeang ke sebelah timur yang berjarak ± 1 km atau dari arah Desa Cacaban (jalan raya Conggeang – Ujungjaya) ke sebelah selatan yang berjarak ± 700 meter. Tepatnya beralamat di Dusun Cipicung Pesantren Desa Conggeang Wetan Kecamatan Conggeang Kabupaten Sumedang 45391.
Cikal bakal berdirinya MTs. Asyrofuddin adalah dengan adanya Yayasan “Ardli Sela” Pondok Pesantren Asyrofuddin. Pesantren Syrofuddin yang berdiri sejak tahun 1840 kemudian berkembang sesuai dengan fenomena kehidupan dan kebutuhan masyarakat pada waktu itu. Yayasan Ardli Sela pada tahun 1970 mendirikan Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI) yang selanjutnya berubah menjadi MTs. GUPPI dan pada akhirnya menjadi MTs. Asyrofuudin. Pada tahun 1992 didirikan Raudhatul Athfal (RA) Asyrofuddin, disusul dengan Madrasah Aliyah (MA) Asyrofuddin dan belakangan didirikan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Asyrofuddin yang masih dalam rintisan.
Struktur Kurikulum MTs. meliputi mata pelajaran: Aqidah Akhlak, Fiqh, Qur`an Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam, bahasa Arab, Bahasa Indosesia, Matematika, IPA, IPS, PKn., Pendidikan Seni, Penjaskes, Bahasa Inggris, Bahasa Sunda, TIK, dan Pengembangan Diri.
Jumlah tenaga edukatif di MTs. Ayrofuddin pada tahun pelajaran 2009/2010 berjumlah 22 orang. Guru definitif hanya 1 orang dan yang lainnya merupakan guru tidak tetap atau sukwan. Tenaga administratif 2 orang dan mengenai keadaan siswa berdasarkan data statistik di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang pada tahun pelajaran 2009/2010 seluruhnya berjumlah 146 orang, yang terdiri atas kelas VII berjumlah 59 orang, kelas VIII 46 orang, dan kelas IX 41 orang. Keadaan siswa dan guru untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1
Keadaan Siswa MTs. Asyofuddin Cipicung Conggeang
Tahun Pelajaran 2009/2010
No.
Kelas
Jenis Kelamin
Jumlah
L
P
1
VII
43
16
59
2
VIII
18
23
41
3
IX
28
13
41
Jumlah
89
51
141
Tabel 2
Keadaan Karyawan MTs. Asyofuddin Cipicung Conggeang
No.
Nama
Mata Pelajaran / Bagian


1
Abdurohman, A.Ma.
TIK

3
E. Maemunah
Aqidah Akhlak

4
Ani Ilmasari, S.Pd.
Matematika

5
Ai Inayah, S.Pd.I.
Bahasa Inggris

6
Yeyu Forida, S.Pd.
Bahasa Indonesia

7
Aripin Wahyudin
PENJASKES

8
Endang Supriadi, S.Pd.
IPA

9
Maman Faturohman, S.Pd.
Bahasa Indonesia

10
Dedah Nurfatimah, S.Pd.I.
Bahasa Arab

11
Lilis Siti Julaeha, S.Ag.
PKn & Pend. Seni

12
K.R. Ucu Ali. M.
Al-Qur`ân Hadits & Fiqh

13
Yanti G., S.Pd.
Bahasa Inggris & TIK

14
Andi Suhendi
IPS & Pengembangan Diri

15
Piping
SKI & Pend. Seni

16
Ade Yulianingsih
Matematika & IPA

17
Jajang Ramdan
TU

18
Ahmad Mudzadad
Pengembangan Diri

19
Eman Sulaeman
Staff

20
Ai Ocah Supriatin, S.Pd.
IPS & TU

21
Hannyfah, S.Pd.
IPA & IPS

22
Ganjar A., S.Pd.
B. Sunda

Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah ini ditunjang oleh bangunan yang permanen, terdiri atas 6 ruang belajar, 1 ruang guru, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang Tata Usaha (TU), 1 ruang perpustakaan, 1 ruang BP. Dilengkapi pula dengan lapangan olah raga/upacara dan bangunan asrama pemondokan siswa, karena merupakan gagasan pihak yayasan untuk menyelenggarakan kegiatan mendalami ilmu agama dengan dipelajarinya kitab kuning, mempelajari Al-Qur`an dan kegiatan penunjang lainnya.
Dengan memanfaatkan ruang belajar yang ada, proses pembelajaran dilakukan pada pagi hari mulai pukul 07.00 sampai pukul 12.30 WIB. Sebagaimana layaknya pendidikan formal, secara administratif MTs. Asyrofuddin Cipicung dipimpin oleh kepala Madrasah yang untuk periode tahun ini dikepalai oleh Abdurohman, A.Md. juga dibantu oleh Ani Ilmasari, S.Pd. sebagai Wakil Kepala Sekolah bidang Kurukulum, Ade Yulianingsih Bidang Kesiswaan, Bidang sarana/prasarana dan hubungan masyarakat. Sedangkan pengajian Kitab Ta’limul Muta’allim dilaksanakan di luar jam sekolah yang bertempat di pondok pesantren Asyrofuddin dibawah asuhan Bapak K.H.R.M. Anwar Sanusi (Pimpinan Pondok Pesantren Asyrofuddin).
B.     Realitas Pengamalan Shalat Fardu Berjamaah di Kelas VII MTs Asyrofuddin Conggeang.
Sebagaimana telah dikemukakan pada Bab I, bahwa untuk mengetahui realitas variabel X tentang Pengamalan Shalat Fardu Berjamaah, dilakukan penyebaran angket kepada 59 orang siswa yang dijadikan populasi. Jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak 10 item dan 5 alternatif jawaban dengan jenis angket tertutup yang dikembangkan berdasarkan pada indikator Pengamalan Shalat berjamaah, yaitu
1) Pemahaman tentang pengertian shalat berjamaah (2) Pemahaman tentang keutamaan shalat berjamaah (3) Pemahaman tentang syarat-syarat shalat berjamah (4) Pelaksanaan dan tata cara shalat berjamaah.
Untuk membuktikan realitas variabel X ini dilakukan langkah-langkah analisis data sebagai berikut:
1.      Kuantifikasi Data Penelitian
Data yang telah terkumpul berdasarkan hasil angket (jenis data kualitatif) itu, selanjutnya dilakukan kuantifikasi data, atau merubah jenis data kualitatif menjadi data kuantitatif dengan cara memberi bobot nilai/skor kepada tiap-tiap alternatif jawaban responden yang benar diberi nilai  saru (1) dan jawaban yang salah diberi skor nol (0).
Sehingga akan diperoleh jumlah skor maksimum dari hasil tes yang disebar kepada responden 10 dan skor minimum 1
Untuk lebih jelasnya nilai yang diperoleh dari kuantifikasi data variabel X ini dapat disajikan dalam tabel di bawah ini:
Berdasarkan kuantifikasi skor angket pada tabel di atas, dapat peneliti susun jumlah skor tiap-tiap responden sebagai berikut:
9
10
9
9
8
7
9
7
9
8
7
9
9
7
6
8
7
10
9
8
6
7
8
9
6
8
7
7
7
7
9
9
8
6
6
6
7
8
8
8
9
10
5
8
10
8
5
8
5
8
5
9
9
10
8
9
9
7
7


Keterangan:        a)  Data di atas disusun berdasarkan nomor urut responden dari kiri ke kanan
b) Skor tertinggi (H) = 10, dan skor terendah (L) = 5
c)  Jumlah skor seluruhnya (total X) = 466 …..
dari jumlah responden (N) = 59.
Dari tabel kuantifikasi di atas disusun berdasarkan nomor urut responden dengan skor terbesar 10 dan skor terendah 5, dari N = 59, sedangkan rata-rata skor keseluruhan dapat dihitung dengan rumus :
 
      = 7,814 dibulatkan menjadi 8
Analisis Data
Penafsiran tes pengamalan shalat fardu berjamaah siswa kelas VII MTs Asyrofuddin Conggeang adalah sebagai berikut :
1)                      6)
2)                      7)
3)                      8)
4)                      9)
5)                      10)

a.       Indikator Pemahaman Pengertian dan Dasar Hukum Shalat Berjamaah
Realitas jawaban responden tentang pengertian shalat berjamaah dan dasar hukumnya dapat dianalaisis item tes nomor 1, 2, dan 3.
1.      Untuk pertanyaan momor 1 tentang pengertian shalat berjamaah didapat hasil 72,88 % siswa dapat menjawab.
2.      Untuk pertanyaan tes nomor 2 tentang dasar hukum shalat berjamaah didapat hasil 79,66 % siswa dapat menjawab.
3.      Untuk pertanyaan tes nomor 3 tentang contoh shalat berjamaah yang wajib didapat hasil 61,02 % siswa dapat menjawab.
Berdasarkan hasil di atas maka untuk indikator pemahaman tentang pengertian shalat berjamaah dan dasar hukumnya dapat dianalisis sebagai berikut :
Berdasarkan hasil pengumpulan data tentang pemahaman dalam pengertian shalat berjamaah dan dasar hukumnya diperoleh prosentase 71,18 %. Han ini menunjukan bahwa jawaban responden berada pada skala 60% - 89 % yang dapat ditafsirkan kepada kategori “sebagian besar”. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa indikator pemahamana pengertian shalat berjamaah dan dasar   hukumnya “sebagian besar dapat dijawab dengan baik.
b.  Indikator pemahaman tentang keutamaan shalat berjamaah
Realitas jawaban responden tentang keutamaan shalat berjamaah dapat dianalaisis item tes nomor 4, 5, dan 6.
1.      Untuk pertanyaan momor 4 tentang mana yang lebih utama antara shalat berjamaah  di rumah dan di mesjid didapat hasil 69,49 % siswa dapat menjawab.
2.      Untuk pertanyaan tes nomor 5 keutamaan shalat berjamaah dibandingkan dengan shalat fardu didapat hasil 96,61 % siswa dapat menjawab.
3.      Untuk pertanyaan tes nomor 6 tentang kehidupan orang yang melaksanakan  shalat berjamaah di dunia didapat hasil 74,58 % siswa dapat menjawab.
Berdasarkan hasil di atas maka untuk indikator pemahaman tentang keutamaan shalat berjamaah dapat dianalisis sebagai berikut :
Berdasarkan hasil pengumpulan data tentang pemahaman keutamaan shalat berjamaah diperoleh prosentase 80,23 %. Hal ini menunjukan bahwa jawaban responden berada pada skala 60% - 89 % yang dapat ditafsirkan kepada kategori “sebagian besar”. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa indikator pemahamana tentang keutamaan shalat berjamaah “sebagian besar dapat dijawab dengan baik.

c.   Indikator pemahaman tentang syarat-syarat shalat berjamaah
Realitas jawaban responden tentang syarat shalat berjamaah dapat dianalaisis item tes nomor 7 dam 8.
1.      Untuk pertanyaan momor 7 tentang mana niat makmum yang akan melaksanakan shalat berjamaah  didapat hasil 79,66 % siswa dapat menjawab.
2.      Untuk pertanyaan tes nomor 8 tentang kedudukan tempat imam dan makmum dalam  shalat berjamaah didapat hasil 84,75 % siswa dapat menjawab.
Berdasarkan hasil di atas maka untuk indikator pemahaman tentang keutamaan shalat berjamaah dapat dianalisis sebagai berikut :
Berdasarkan hasil pengumpulan data tentang pemahaman syarat-syarat shalat berjamaah diperoleh prosentase 82,21 %. Hal ini menunjukan bahwa jawaban responden berada pada skala 60% - 89 % yang dapat ditafsirkan kepada kategori “sebagian besar”. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa indikator pemahamana tentang syarat – syarat shalat berjamaah “sebagian besar dapat dijawab dengan baik.

d.  Indikator pemahaman tentang syarat-syarat shalat berjamaah
Realitas jawaban responden tentang syarat shalat berjamaah dapat dianalaisis item tes nomor 9 dam 10.
1.      Untuk pertanyaan momor 9 tentang halangan yang akan melaksanakan shalat berjamaah  didapat hasil 83,05 % siswa dapat menjawab.
2.      Untuk pertanyaan tes nomor 10 tentang makmum masbuk dalam  shalat berjamaah didapat hasil 79,66 % siswa dapat menjawab.
Berdasarkan hasil di atas maka untuk indikator pemahaman tentang pelaksanan shalat berjamaah dapat dianalisis sebagai berikut :
Berdasarkan hasil pengumpulan data tentang pelaksanaan shalat berjamaah diperoleh prosentase 81,35 %. Hal ini menunjukan bahwa jawaban responden berada pada skala 60% - 89 % yang dapat ditafsirkan kepada kategori “sebagian besar”. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa indikator pelaksanaan shalat berjamaah “sebagian besar dapat dijawab dengan baik.
  
2.      Analisis Normalitass Data
Langkah selanjutnya dalah menganalisis tingkat kenormalan data variabel X dengan menggunakan teknik analisis Chi Kuadrat (χ2) sebagaimana langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Pengelompokkan data statistik variabel X
1)      Mencari rentang (r) dengan rumus:
r = H – L + 1
r = 10 – 5 + 1
r = 6
2)     Mencari banyak kelas interval (k) dengan rumus:
k = 1 + 3,3 log N
= 1 + 3,3 log (59)
= 1 + 3,3 (1,77085)
= 1+5,8438  dibulatkan menjadi 6
= 6, 8438 dibulatkan menjadi 6
3)     Menentukan panjang kelas interval (p) dengan rumus:
b.      Menghitung Standar Deviasi (SD) data variabel X dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)      Membuat tabel distribusi frekuensi Standar Deviasi variabel X sebagai berikut:
Tabel
Distribusi Frekuensi Standar Deviasi Nilai Variabel X
Hasil perhitungan tabel di atas diperoleh nilai:
∑fx = 461
∑fx2 = 3709 dari ∑f(N) = 59
2)      Menghitung rata-rata frekuensi jawaban responden variabel X dengan rumus:
dibulatkan, maka:
3)      Menghitung Standar Deviasi (SD) dengan rumus:
 dibulatkan, maka:
c.       Menghitung Chi Kuadrat (χ2)
1)      Membuat tabel perhitungan distribusi frekuensi Z dan observasi (Oi), Luas (L) serta ekspektasi (Ei):

Tabel
Distribusi Frekuensi Ekspektasi dan Observasi Variabel X
2)      Menghitung Chi Kuadrat (χ2) dengan rumus:
 dibulatkan menjadi
3)      Mencari nilai Chi Kuadrat daftar dengan derajat kebebasan sebagai berikut:
dan taraf kepercayaan 99% yang diperoleh daftar χ2 yaitu sebesar:
χ2 daftar (5/99%) = 15,1
4)      Pengujian Chi Kuadrat dengan kriteria:
Jika χ2 hitung < χ2 daftar , maka data variabel dapat dinyatakan berdistribusi normal, sebaliknya.
Jika χ2 hitung > χ2 daftar , maka data variabel dinyatakan tidak berdistribusi normal
Berdasarkan kriteria pengujian normalitas data di atas, maka dapat dibandingkan antara χ2 hitung dengan χ2 daftar dan ternyata diperoleh skor bahwa:
χ2 hitung = 10,8197 < χ2 daftar (5/99%) = 15,1 yang dapat ditafsirkan bahwa data variabel X tersebut berasal dari data penelitian yang berdistribusi normal. Artinya, variabel X tentang pengamalan shalat fardu berjamaah siswa di kelas VII MTs. Asyrofuddin Conggeang, tahun pelajaran 2009-2010, benar-benar dapat dinyatakan bahwa data tersebut besarasl dari data yang berdistribusi normal. Karena terbukti χ2 hitung = 10,8197 lebih kecil dari χ2 daftar (5/99%) = 15,1. Sehingga data variabel X tersebut bisa dilakukan pengujian korelasi dengan variabel Y, jika keduanya sama-sama dinyatakan berdistribusi normal. Sedangkan secara parsial diperoleh nilai rata-rata = 3,7 yang juga menunjukkan bahwa pengamalan shalat fardu berjamaah di kelas VII MTs. Asyrofuddin Conggeang, rata-rata memiliki pengamalan shalat fardu berjamaah yang termasuk berkategori tinggi.
C.     Realitas Kesehatan Mental Siswa pada Pembelajaran Fiqih di Kelas VII MTs. Asyrofuddin Conggeang Sumedang
Pengumpulan data empirik variabel Y tentang Penerapan Kitab Ta’limul Muta’allim pada Pembelajaran Aqidah Akhlak di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang dilakukan dengan menggunakan teknik angket yang disebarkan kepada 59 responden sebagai sampel penelitian. Adapun yang menjadi subjek tersebut adalah siswa kelas VII MTs. Asyrofuddin pada tahun pelajaran 2009/2010.
1.      Data yang diteliti pada penelitian variabel Y, terdiri atas indikator:
Kemapanan dan ketenangan dalam sikap belajar.
2.      Pemahaman potensi diri dalam belajar
3.      Pemahaman posisi diri dalam lingkungan sekolah dan keluarga
4.      Kemampuan menjaga diri dari perbuatan buruk dalam belajar.
5.      Kemampuan memikul tanggung jawab dalam belajar
6.      Kemampuan berkorban dan menebus kesalahan dalam proses belajar.
7.      Kemampuan membina hubungan sosial dalam pembelajaran.
8.      Keinginan yang realistik dalam pembelajaran
9.      Kemampuan menerima keberadaan diri dan orang lain dalam suasana belajar.
(Abdul Mujib, M.Ag. 2001: 136)

Indikator penelitian variabel Y tersebut, selanjutnya disusun instrumen penelitian (jenis angket) yang terdiri atas 10 item pertanyaan/pernyataan angket tertutup. Yaitu jenis angket yang tiap-tiap itemnya sudah disediakan 5 alternatif jawaban, sehingga responden tinggal memilih salah satu alternatif tersebut.
Adapun realitas jawaban responden tentang kesehatan mental siswa dalam pembelajara fiqih (variabel Y) dapat dijelaskan sebagaimana langkah-langkah analisis data penelitian sebagai berikut:
1.      Kuantifikasi Data
Data yang terkumpul sesuai dengan hasil angket, adalah masih berbentuk mentah atau jenisnya masih data kualitatif. Agar dapat digunakan analisis statistika, maka data tersebut terlebih dahulu dilakukan kuantifikasi data atau merubah jenis data kualitatif menjadi data kuantitatif dengan cara memberi bobot nilai/skor kepada tiap-tiap alternatif jawaban responden yaitu:
Alternatif jawaban a diberi skor 5
Alternatif jawaban b diberi skor 4
Alternatif jawaban c diberi skor 3
Alternatif jawaban d diberi skor 2
Alternatif jawaban e diberi skor 1
Sehingga akan diperoleh jumlah skor maksimum sebesar 5 x 10 item angket = 50, dan skor minimum sebesar 1 x 10 item angket = 10.
Untuk lebih jelasnya, nilai yang diperoleh dari kuantifikasi data variabel Y ini dapat disajikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4
Skor Kuantifikasi Data Angket pada Variabel Y

Berdasarkan kuantifikasi skor angket pada tabel di atas, selanjutnya peneliti susun jumlah skor tiap-tiap responden sebagai berikut:
37
34
37
44
39
28
47
42
44
47
34
28
40
31
32
37
33
33
34
33
32
35
42
36
23
17
32
28
31
41
43
35
30
39
27
32
39
38
27
30
21
28
40
47
41
40
39
26
34
35
36
30
40
34
39
18
17
30
28









Xx

Keterangan:        a)  Data di atas disusun berdasarkan nomor urut responden dari kiri ke kanan (searah)
b) Skor tertinggi (H) = 47 dan skor terendah (L) = 17
c)  Jumlah skor seluruhnya (total X) = 2015
dari jumlah responden (N) = 59.
2.      Analisis Rata-Rata Variabel Y (parsial)
Langkah berikutnya adalah menganalisis rata-rata jawaban responden pada tiap-tiap indikator penelitian dengan menggunakan analisis parsial tentang kesehatan mental siswa dalam pembelajaran fiqih di kelaas VII MTs. Asyrofuddin Conggeang sebagaimana rumus:
Adapun kriteria/penafsiran rata-rata parsial menggunakan skala penilaian (skala Likert) dengan kriteria: rentang 0,5 – 1,5 ditafsirkan sangat rendah,
1,5 – 2,5 ditafsirkan rendah, 2,5 – 3,5 ditafsirkan sedang, 3,5 – 4,5 ditafsirkan tinggi/baik, 4,5 – 5,5 sangat tinggi/baik.
Untuk mengetahui realitas rata-rata jawaban responden pada variabel Y akan dianalisis terlebih dahulu rata-rata indikator penelitian secara parsial sebagai berikut:
a.       Indikator Kemapanan dan Ketenangan dalam Sikap Belajar
Untuk memperoleh data tentang kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dengan dengan kemapanan dan ketenangan dalam sikap belajar dapat dianalisis item angket nomor 1  pada tabel di bawah ini:
Berdasar tabel di atas, diperoleh nilai rata-rata (x) jawaban responden sebagai berikut:
 dibulatkan maka:
Berdasarkan hasil perhitungan di atas diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,69. Nilai tersebut apabila dikonsultasikan kepada skala penilaian (Likert), berada antara nilai: 3,5 4,5 yang berkategori tinggi. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dengan kemapanan dan ketenangan dalam sikap belajar berkategori tinggi.
b.      Indikator Pemahaman Potensi Diri dalam Belajar
Untuk memperoleh data tentang kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dengan Pemahaman potensi diri dalam belajar dapat dianalisis item angket nomor 2 pada tabel di bawah ini:
Berdasar tabel di atas, diperoleh nilai rata-rata (x) jawaban responden sebagai berikut:
 dibulatkan maka:
Berdasar perhitungan di atas diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,20. Nilai tersebut apabila dikonsultasikan kepada skala penilaian, berada antara nilai: 2,5 3,5 yang berkategori sedang. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa kesehatan mental siswa ada pembelajaran fiqih dengan pemahaman potensi diri dalam belajar berkategori sedani.
c.       Indikator pemahaman posisi diri dalam lingkungan belajar
Untuk memperoleh data tentang kesehatan mental siswa pada  pembelajaran fiqih dalam pemahaman potensi diri dalam lingkungan belajar dapat dianalisis item angket nomor 3 pada tabel di bawah ini:
Berdasar tabel di atas, diperoleh nilai rata-rata (x) jawaban responden sebagai berikut:
=3,4237
 dibulatkan maka: 3,42
Berdasar hasil perhitungan tabel di atas diperoleh nilai rata-rata responden sebesar 3,42. Nilai tersebut apabila dikonsultasikan kepada skala penilaian, berada antara nilai: 2,5 3,5 yang berkategori sedang. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dalam pemahaman posisi diri dalam lingkungan belajaf berkategori sedang .
d.      Indikator kemampuan menjaga diri dari perbuatan buruk
Untuk memperoleh data tentang kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dalam kemampuan menjaga diri dari berbuat buruk dalam belajar dapat dianalisis item angket nomor 4 pada tabel di bawah ini:
Berdasar tabel di atas, diperoleh nilai rata-rata (x) jawaban responden sebagai berikut:
=3,2033
 dibulatkan maka: 3,20
Berdasar perhitungan di atas diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,8. Nilai tersebut apabila dikonsultasikan kepada skala penilaian, berada antara 2,5 3,5 yang berkategori sedang. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dalam kemampuan menjaga diri dari berbuat buruk dalam belajar berkategori sedang..
e.       Indikator kemampuan memikul tanggung jawab dalam Belajar
Untuk memperoleh data tentang kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dalam kemampuan memikul tanggung jawab  dalam Belajar dapat dianalisis item angket nomor 5 pada tabel di bawah ini:
Berdasar tabel di atas, diperoleh nilai rata-rata (x) jawaban responden sebagai berikut:
=3,1355
 dibulatkan maka: 3,13
Berdasar perhitungan di atas diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,13. Nilai tersebut apabila dikonsultasikan kepada skala penilaian, berada antara 2,5 3,5 yang berkategori sedang. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dalam kemampuan memikul tanggung jawab dalam belajar berkategori sedang..
f.        Indikator kemampuan berkorban dan menebus kesalahan
Untuk memperoleh data tentang kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dalam kemampuan berkorban dan menebus kesalahan  dalam Belajar dapat dianalisis item angket nomor 6 pada tabel di bawah ini:
Berdasar tabel di atas, diperoleh nilai rata-rata (x) jawaban responden sebagai berikut:
=3,6779
 dibulatkan maka: 3,67
Berdasar perhitungan di atas diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,67. Nilai tersebut apabila dikonsultasikan kepada skala penilaian, berada antara 3,5 4,5 yang berkategori tinggi. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dalam kemampuan memikul tanggung jawab dalam belajar berkategori sedang..
g.        Indikator kemampuan membina hubungan sosial
Untuk memperoleh data tentang kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dalam kemampuan membina hubungan sossial dalam Belajar dapat dianalisis item angket nomor 7 pada tabel di bawah ini:
Berdasar tabel di atas, diperoleh nilai rata-rata (x) jawaban responden sebagai berikut:
=3,6440
 dibulatkan maka: 3,64
Berdasar perhitungan di atas diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,64. Nilai tersebut apabila dikonsultasikan kepada skala penilaian, berada antara 3,5 4,5 yang berkategori tinggi. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dalam kemampuan membina hubungan sosial dalam belajar berkategori tinggi..
h.       Indikator keinginan yang realistik
Untuk memperoleh data tentang kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dalam keinginan yang realistik dalam Belajar dapat dianalisis item angket nomor 8 pada tabel di bawah ini:
Berdasar tabel di atas, diperoleh nilai rata-rata (x) jawaban responden sebagai berikut:
=3,322
 dibulatkan maka: 3,22
Berdasar perhitungan di atas diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,22. Nilai tersebut apabila dikonsultasikan kepada skala penilaian, berada antara 2,5 3,5 yang berkategori tinggi. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dalam keinginan yang realistik dalam belajar berkategori sedang..
i.         Indikator kemampuan menerima keberadaan diri dan orang lain
Untuk memperoleh data tentang kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dalam kemampuan keberadaan diri dan orang lain dalam berlajar dapat dianalisis item angket nomor 9 dan 10 pada tabel di bawah ini:
Berdasar tabel di atas, diperoleh nilai rata-rata (x) jawaban responden sebagai berikut:
=3,4237
 dibulatkan maka: 3,42
Berdasar perhitungan di atas diperoleh nilai rata-rata sebesar 3,42. Nilai tersebut apabila dikonsultasikan kepada skala penilaian, berada antara 2,5 3,5 yang berkategori sedang. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih dalam kemampuan menerima keberadaan diri dan orang lain dalam belajar berkategori sedang..

 Setelah diketahui realitas tiap-tiap indikator penelitian, selanjutnya dianalisis realitas variabel Y tentang kesehatan mental siswa dalam pembelajaran fiqih di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang, tahun pelajaran 2009-2010 dengan cara menghitung rata-rata indikator sebagai berikut:
Dari jumlah skor tiap-tiap indikator di atas, selanjutnya dihitung rata-rata variabel kesehatan mental siswa sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh rata-rata variabel Y sebesar 3,4. Nilai tersebut apabila dikonsultasikan kepada skala penilaian berada antara skala 2,5 – 3,5 yang dapat ditafsirkan kepada kategori nilai sedang/cukup. Artinya realitas rata-rata jawaban responden tentang kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang (variabel Y), secara parsial rata-rata sedang / cukup..
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental siswa dalam pembelajaran fiqih di kelas VII MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang, benar-benar menunjukkan reaksi kesehatan mental siswa yang sedang; baik dalam
Kemapanan dan ketenangan dalam sikap belajarm Pemahaman potensi diri dalam belajar, Pemahaman posisi diri dalam lingkungan sekolah dan keluarga, Kemampuan menjaga diri dari perbuatan buruk dalam belajar, Kemampuan memikul tanggung jawab dalam belajar , Kemampuan berkorban dan menebus kesalahan dalam proses belajar., Kemampuan membina hubungan sosial dalam pembelajaran., Keinginan yang realistik dalam pembelajaran, Kemampuan menerima keberadaan diri dan orang lain dalam suasana belajar.
 Untuk sementara dapat disimpulkan bahwa realitas empirik disiplin belajar siswa pada pembelajaran fiqih di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Kabupaten Sumedang, tahun pelajaran 2009-2010, secara parsial rata-rata memiliki ketekunan belajar yang sedang (3,4).
3.      Analisis Normalitas Data
Setelah diketahui bahwa data kuantitatif variabel Y yaitu terdiri atas, jumlah skor tertinggi = 47 dan jumlah skor terendah = 38 dari N = 41. Langkah selanjutnya untuk mengetahui data variabel Y itu berdistribusi normal atau tidaknya dilakukan pengujian normalitas data dengan rumus Chi Kuadrat (χ2) sebagaimana langkah-langkah berikut ini:
a.       Pengelompokkan data statistik variabel Y
1)      Mencari rentang (r) dengan rumus:
r = H – L + 1
r = 47 – 17 + 1
r = 29
2)      Mencari banyak kelas interval (k) dengan rumus:
k = 1 + 3,3 log N
k = 1 + 3,3 log (59)
k = 1 + 3,3 (1,7708)
= 5,8436 dibulatkan menjadi 6
3)      Menentukan panjang kelas interval (p) dengan rumus:
b.      Menghitung Standar Deviasi (SD) data variabel Y dengan langkah-langkah:
1)      Membuat tabel distribusi frekuensi Standar Deviasi variabel Y sebagai berikut:
Distribusi Frekuensi Standar Deviasi Nilai Variabel X
Hasil perhitungan tabel di atas diperoleh nilai:
fx = 2000
fx2 = 70800. dari N = 59
2)      Menghitung rata-rata skor variabel Y dengan rumus:
dibulatkan, maka:
3)      Menghitung Standar Deviasi (SD) dengan rumus:
7,135  dibulatkan, maka:7,13
c.       Menghitung Chi Kuadrat (χ2) dengan langkah-langkah:
1)      Membuat tabel perhitungan distribusi frekuensi Z dan Observasi (Oi), Luas (L) serta ekspektasi (Ei).
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Ekspektasi dan Observasi Variabel Y
2)      Menghitung Chi Kuadrat (χ2) dengan rumus:
=15,433
                        dibulatkan menjadi 15,43
3)      Mencari nilai Chi Kuadrat daftar dengan derajat kebebasan sebagai berikut:
dan taraf kepercayaan 99% yang diperoleh daftar χ2 yaitu sebesar:
χ2 daftar = (2/99%) = 9,21
4)      Perhitungan Chi Kuadrat dengan kriteria:
Jika χ2 hitung < χ2 daftar , maka data berdistribusi normal, sebaliknya
Jika χ2 hitung > χ2 daftar , maka data tidak berdistribusi normal
Berdasarkan kriteria pengujian normalitas data di atas, maka dapat dibandingkan bahwa: χ2 hitung = 2 < χ2 daftar (2/99%) = 9,21 yang dapat ditafsirkan bahwa data variabel Y tersebut berasal dari data penelitian yang berdistribusi normal. Artinya variabel Y tentang Kesehatan mental siswa pada Pembelajaran fiqih di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang pada tahun 2009-2010, benar-benar dapat dinyatakan bahwa data tersebut berasal dari data yang berdistribusi normal. Sehingga bisa dilakukan pengujian korelasi dengan variabel X yang keduanya berasal dari data yang berdistribusi normal.
Sedangkan secara parsial, rata-rata kesehatan mental siswadiperoleh nilai rata-rata = 3,4 yang dapat ditafsirkan bahwa rata-rata siswa memiliki kadar kesehatan mental belajar yang sedang. Artinya realitas jawaban responden pada pembelajaran fiqih berlangsung dalam sistem dan kondisi yang cukup, karena ditunjang oleh rata-rata kesehatan mental siswa yang sedang, dan dalam proses pembelajaran yang sedang. Sesuai data empirik hasil penelitian, kasus yang terjadi di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Kabupaten Sumedang, tahun pelajaran 2009-2010.
D.    Realitas Pengaruh Pengamalan Shalat Fardu Berjamaah Terhadap Kesehatan Mental Siswa Dalam Pembelajaran Fiqih Di Kelas VII MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Sumedang
Setelah dilakukan pengujian parsial dan normalitas data terhadap viariabel X dan variabel Y, maka pembahasan berikutnya adalah menganalisis hubungan kedua variabel tersebut dengan teknik analisis korelasi parametik dan rumus yang digunakan adalah rumus Korelasi Product Moment yaitu suatu teknik untuk mencari korelasi antara dua variabel yang kerap kali digunakan. (Anas Sudijono, 2003: 117)
Untuk memperoleh data hubungan antara penerapan Kitab Ta’limul Muta’allim dengan kesehatan mental siswapada pembelajaran fiqih di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang, akan ditempuh langkah-langkah analisis sebagai berikut:
1.      Membuat tabel perhitungan nilai korelasi Variabel X dan Variabel Y
Tabel
Nilai Distribusi Korelasi Variabel X dan Variabel Y
Tabel perhitungan di atas diketahui skor/nilai yang diperlukan:
∑X = 461
∑Y =  2015
∑X2 = 3709
∑Y2 = 71717
∑XY =  15760   dan N = 59
2.      Menghitung Koefisien Korelasi Variabel X dengan Variabel Y
Untuk memperoleh data hubungan variabel X dengan variabel Y, menggunakan rumus Product Moment sebagaimana langkah-langkah di bawah ini:
rxy
rxy = 0.09
Berdasarkan hasil perhitungan korelasi antara variabel X terhadap variabel Y di atas diperoleh nilai rxy = 0,86. Nilai tersebut apabila dikonsultasikan kepada indeks koefisien korelasi, berada antara indeks: 0,00 – 0,02 yang dapat ditafsirkan kepada kategori korelasi sangat rendah/ sangat kurang. Artinya terdapat pengaruh yang sangat rendah antara variabel X tentang pengamalan shalat fardu berjamaah terhadap kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang, Kabupaten Sumedang, tahun pelajaran 2009-2010.
Dengan demikian, dapat ditarisk suatu kesimpulan sementara bahwa realitas memiliki korelasi yang sangat rendah (rxy = 0.09) terhadap kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang. Atau Kesehatan mental siswa kurang dipengaruhi  (pengaruh) terhadap pengamalan shalat fardu berjamaah. Jelasnya semakin efektif pengamalan shalat berjamaah, maka belum tentu / kurang dapat menjamin kesehatan mental siswa dalam pembelajaran Fiqih.
Untuk menjamin kebenaran hasil penelitian (rxy = 0,09) tersebut, akan dilakukan pula pengujian hipotesis yang maksudnya:
a.  Untuk membuktikan kebenaran korelasi variabel X dengan variabel Y, dan
b.  Menguji hipotesis yang diajukan, sebagaimana diuraikan di bawah ini:
3.      Pengujian Hipotesis
Untuk menganalisis kebenaran koefisien korelasi yang diperoleh dan pengujian hipotesis, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.  Menghitung nilai t (tes signifikansi) dengan rumus:
 dibulatkan, maka:
b.  Mencari nilai t daftar, dengan derajat kebebasan (dk) sebagai berikut:
dk = N – 2
dk = 59– 2 = 57 dan taraf signifikansi 0,99 yang diambil dari daftar G nilai persentil untuk distribusi t, dengan nilai: tdaftar (57/0,99) setelah dilakukan interpolasi diperoleh sebesar = 2,66.
c.  Menafsirkan taraf signifikansi dan uji hipotesis dengan kriteria:
- Jika t hitung > t daftar ,     maka korelasi variabel X terhadap variabel Y adalah signifikansi (Ha diterima dan Ho ditolak).
- Jika t hitung < t daftar ,     maka korelasi variabel X terhadap variabel Y adalah tidak signifikansi (Ha ditolak dan Ho diterima).
Berdasarkan kriteria di atas, maka dapat dibandingkan antara t hitung dengan t daftar , dan ternyata diperoleh koefisien korelasi antara variabel X tentang pengamalan shalat berjamaah terhadap variabel Y tentang kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Kabupaten Sumedang, tahun pelajaran 2009-2010 adalah signifikan. Karena terbukti: t hitung = 0,71 < t daftar (57/0,99) sebesar = 2,66 artinya korelasi antara variabel X dengan variabel Y adalah signifikan.
Sehubungan dengan itu dapat dinyatakan pula bahwa hipotesis penelitian yang diajukan: Ha : ≠ 0 adalah diterima, dan Ho : rxy = 0 adalah ditolak. Karena terbukti: thitung = 0,71 adalah lebih kecil dari tdaftar (57/0,99) = 2,66.
4.      Menganalisis Tingkat Prosentase Pengaruh Variabel X terhadap Variabel Y
Langkah terakhir adalah menghitung realitas pengaruh variabel X terhadap variabel Y dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.  Mencari nilai kemungkinan tidak adanya pengaruh (k) dengan rumus:
 dibulatkan, maka:
b.  Menghitung besarnya pengaruh antara antara variabel X terhadap variabel Y dengan rumus:
Berdasarkan hasil perhitungan prosentase di atas, diperoleh nilai pengaruh sebesar 99% terhadap variabel Y tentang kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang. Kemudian nilai 99% itu jika dikonsultasikan kepada skala prosentase, maka berada antara nilai: 90% – 99% yang dapat ditafsirkan kepada kategori hampir seluruhnya variabel X berpengaruh terhadap variabel Y. Artinya pengamalan shalat berjamaah itu ternyata hampir seluruhnya (99%) mempengaruhi kesehatan mental siswa pada pembelajaran fiqih, dan selebihnya 1% adalah variabel lain yang berpengaruh terhadap variabel Y.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
A.     KESIMPULAN
Berdasarkan keseluruhan pemaparan dan pembahasan serta pengolahan data tentang Penerapan Kitab Ta’limul Muta’allim Pengaruhnya terhadap Kesehatan mental siswapada Pembelajaran fiqih di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1.     Bahwa pengamalan shalat berjamaah di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Sumedang, berdasar 5 indikator, diperoleh  nilai rata-rata sebesar 81,35%. Nilai rata-rata 3,41 berdasar skala rata-rata berada antara 60 % 89 %  yang berkategori sebagian besar. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pengamalan shalat berjamaah dalam pembelajaran fiqih di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Sumedang berarti besar/tinggi
2.     Bahwa kesehatan mental siswa dalam pembelajaran fiqih di Kelas VII MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Sumedang berdasar 5 ind81,34ikator variabel penelitian, diperoleh nilai rata-rata 3,4 dengan prosentase 99%, berdasar skala rata-rata prosentase berada antara 90% - 99% yang berkategori Hampir seluruhnya  Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa hampir seluruhnya  siswa memiliki kesehatan mental dalam proses pembelajaran fiqih di MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Sumedang.
3.     Bahwa berdasar perhitungan korelasi di atas diperoleh nilai rxy=  0,09 . Nilai tersebut apabila diinterpretasikan kepada skala korelasi, berada antara 0,00-0,1 yang berkategori korelasi sangat rendah..
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa realitas pengamalan shalat fardu berjamaah pengaruhnya terhadap kesehatan mental siswa pada mata pelajaran fiqih di Kelas VII MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Sumedang, menunjukkan adanya hubungan dengan ketegori sangat rendah. Adapun besarnya pengaruh pengamalan shalat berjamaah pengaruhnya terhadap kesehatan mental siswa pada pemberlajaran fiqih sebesar 99% berarti sebagian lainnya dipengaruhi faktor lain.
B.     SARAN-SARAN
Berlandaskan kesimpulan hasil penelitian di atas, penulis merasa perlu untuk menyampaikan saran-saran kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan variabel penelitian ini. Adapun saran-saran penulis adalah sebagai berikut:
1.      Kemampuan seorang pendidik khususnya dalam mengarahkan anak didiknya agar memiliki kesehatan mental dalam pembelajaran, memerlukan adanya usaha dan kerja keras baik atas inisiatif dirinya sendiri maupun dorongan pihak lainnya. Pada pembelajaran fiqih, diantaranya adalah melalui pengamalan shalt fardu berjamaah  dalam meningkatkan kesehatan mental siswa. Untuk itu para guru sudah selayaknyalah memiliki motivasi serta kemampuan untuk memberikan perhatian terhadap efektivitas pengamalan shalat fardu berjamaah dalam pembelajaran guna meningkatkan kualitas kejiwaan dalam belajar dan dapat meningkatkan kemampuan yang dimilikinya, sehingga benar-benar dapat dirasakan oleh sebagian maupun seluruh peserta didik.
2.      Keberhasilan proses pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya peningkatan kualitas perencanaan, proses pelaksanaan maupun sistem yang dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran fiqih. Untuk itu para guru dituntut untuk senantiasa berusaha agar dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran memiliki tujuan yang jelas, terarah dan terencana dengan memperhatikan kondisi lingkungan, sarana dan fasilitas serta kondisi siswa sebagai peserta didik, dalam hal ini ketekunan siswa, sehingga memperoleh hasil yang maksimal.
3.      Kearah terciptanya keberhasilan proses pembelajaran Aqidah Akhlak baik sebagai produk maupun proses, dituntut penguasaan guru terhadap aspek-aspek metodologis yang mesti dimiliki. Tidak akan tercapai keberhasilan yang optimum tanpa adanya usaha yang maksimum dari berbagai pihak, baik guru, orang tua, terlebih lagi usaha dari peserta didik itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir,
(
1984)   Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, IAIN SGD, Bandung.
Ahmad Tafsir,
(1995)   Metodologi Pengajaran Agama Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Anonimous,
(2008)   Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan &   Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Yrama Widya, Bandung.
Atabik Ali & Ahmad Zuhdi Muhdhor,
(2003)   Kamus Kontemporer Arab – Indonesia, Multi Karya Grafika, Yogyakarta,
BermutuNews,
(2009)   Buletin BERMUTU Edisi XIX, Ditjen PMPTK Depdiknas, Jakarta.
_________,
(2006)   Kumpulan Permendiknas RI Tahun 2006, CV. Madani, Bandung.
Departemen Agama RI,
(1989)   Al-Qur’an dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an,            Jakarta.
Aliy As’ad,
(1978)   Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, Menara Kudus, Kudus.
Amir Daien Indrakusumah,
(
1973)   Pengantar Ilmu Pendidikan, Usaha Nasional, Jakarta.
Anas Sudjono,
(2000)   Pengantar Statistik, Raja Grafido Persada, Jakarta.
Az-Zarnujiy,
( ___ )   Talim al Muta’allimi Thorîqo al Ta’allumi, Toha Putra, Semarang.
Dwi Suhartanti dkk.,
(2008)   IPA SD Kelas VI, Pusat Perbukuan Depdiknas, Jakarta.
E. Usman Efendi dan Juhaya S. Praja,
( ___ )  
Pengantar Psikologi, Angkasa, Bandung.
Hammam Nashiruddin,
(1987)   Tafhim al Muta’allimi fî Tarjamati Ta’lim al Muta’allimi,
             Menara Kudus, Kudus
H.M. Arifin,
(1977)   Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah             dan Keluarga, Bulan Bintang, Jakarta.
H. Zuhairini dkk.,
(1981)   Methodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Biro Ilmiah, Malang.
Imansyah Alipandie,
(1984)   Didaktif Metodik Pendidikan Umum, Usaha Nasional, Jakarta.
Jalaluddin,
(1992)   Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Kalam Mulia, Jakarta.
Komaruddin,
(1982)   Kamus Istilah Skripsi dan Tesis, Angkasa, Bandung.
Mahmud Yunus,
(1973)   Kamus Arab – Indonesia, Yayasan Penyelenggara Penterjemah /          Pentafsir Al-Qur`an, Jakarta.
Muhibbin Syah,
(2001)   Psikologi Belajar, Logos Wacana Ilmu, Jakarta.Mohammad Suyra,
(
1985) Psikologi Pendidikan, FIP IKIP, Bandung.
Mohammad. Uzer Usman,
(
1990)    Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Mujamil Qomar,
(2007)   Pesantren, Erlangga, Jakarta.
Nana Sudjana,
(1989)   Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar Baru, Bandung.
Oemar Hamalik,
(1980)   Mengajar, Azas, Metoda dan Teknik, Martina, Bandung.
Riduwan dan Akdon,
(2005)   Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika, Alfabeta, Bandung.
Sardiman AM.,
(
1992)  Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Rajawali Pers, Jakarta.
_______, dkk,
(
1987)  Ilmu Pendidikan, Remaja Karya, Bandung.
Suharsimi Arikunto,
(1980)   Menajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Rineka Cipta, Jakarta.
Suharsimi Arikunto,
(2006)   Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.
Sujana,
(2002)   Metoda Statistika, Tarsito, Bandung.
Tayar Yusuf,
(
1985)   Ilmu Praktek Mengajar, Bulan Bintang, Jakarta.
Utsman bin Hasan,
( ___ )   Durroh Al-Nashihin, Dar Ihya Kutub Al-Arabiyah.
Winarno Surakhmad,
(1986)   Metodologi Pengajaran Nasional, Jemmars, Bandung.
_________,
(1986)   Dasar dan Teknik Research Pengantar Metoda Ilmiah, Tarsito, Bandung.
www.kbbi.or.id/
Zakiyah Darajat,
(1980)   Kepribadian Guru, Bulan Bintang, Jakarta.


KISI-KISI PENELITIAN
Variabel
Indikator
yang Diteliti
Sumber Data
Alat Pengumpul Data
Nomor
Item
Pengamalan shalat fardu berjamaah
1.       


1 dan 2
2.       


3 dan 4
3.       
Siswa
Angket

4.       



Kesehatan mental siswa pada Mata Pelajaran Fiqih
1.     



2.     



3.     
Siswa
Tes





Kondisi Objektif MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Sumedang
Kepala Madrasah, Guru
Wawancara



PEDOMAN WAWANCARA
A.    Sejarah Singkat Berdirinya MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Sumedang
1.      Siapa pendirinya?
2.      Kapan berdirinya MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Sumedang?
3.      Apa tujuan didirikannya MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Sumedang?
4.      Apa latar belakang berdirinya MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Sumedang?
B.    Kondisi Umum MTs. Asyrofuddin Cipicung Conggeang Sumedang
1.      Bagaimana letak geografisnya?
2.      Bagaimana keadaan siswanya?
3.      Bagaimana keadaan guru dan pegawainya?
4.      Bagaimana sarana dan prasarana sekolahnya?

ANGKET
Nama          : ……………………………………….………………………………….…      Kelas :   IX (Sembilan)
Petunjuk Pengisian
3.      Bacalah dengan teliti setiap item pertanyaan dan seluruh alternatif jawabannya!
4.      Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan sejujur-jujurnya!
5.      Berilang tanda silang (X) pada huruf a, b, c, d, atau e di depan jawaban yang telah disediakan, sesuai dengan pendapat Anda!
1.      Apakah yang dimaksud shalat berjamaah
a.      Shalat yang dilakukan di malam hari
b.      shalat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih salah satunya menjafi makmum atau imam.
c.      shalat idul fitri
d.      shalat minta hujan
e.      shalat jika sedang mendapat kesusahan

dan seterusnya.

TES PENELITIAN
(Tes Kesehatan mental)
Nama   : ……………………………………………………………..
Kelas   : IX (Sembilan)
A.     Petunjuk Pengisian
1.         Bacalah basmallah sebelum mengerjakannya!
2.         Berilah tanda silang (X) pada salah satu alternatif jawaban yang Anda anggap paling tepat!
3.         Bila ada kesalahan memilih alternatif jawaban, maka lingkarilah jawaban alternatif tersebut!
4.         Selamat menjawab pertanyaan!
B.     Tes tentang Kesehatan mental siswa(Varibel Y)
1.         Bagaimana perasaan anda dalam mengikuti pelajaran fiqih di kelas.
a.       sangat tenang
b.      tenang
c.       biasa saja
d.      tidak tenang
e.       sangat kurang tenang

dan seterusnya.


Mengenai Saya

sumedang, JAWA BARAT, Indonesia
Tinggi 157cm,47kg,berkacamata

Pengikut